Senin, Oktober 31, 2011

Pahawang and Klagian Island

Perjalanan selanjutnya masih berbau aroma pantai dan laut.. i love beach..hahahaa
Mengikuti pepatah sekali mendayung dua tiga pulau terlampaui. Sekali naek speed boat pulau pahawang dan pulau klagian terlampaui :D
Dua pulau ini adalah salah satu big rock-ku dalam rangka mengelilingi pulau-pulau di Propinsi Lampung. Beranjak dari Pelabuhan Ketapang saat fajar mulai menyingsing, agar saat menyeberang masih disambut oleh ombak yang ramah. Berbekal dari kenalan orang tambak yang jadi nasabah perusahaan sebuah pakan ikan di Lampung punya teman kami, jadilah kami menyeberang kesana dengan aman. Kami naik speedboat dengan muatan enam orang plus si sopir kapal. Sehari menyewa kapal tersebut kami membayar Rp 250 ribu berenam. Tidak lupa kami membawa bekal makanan ringan dan minuman serta makan siang sendiri dari darat, karena kami menuju pulau tak berpenghuni. Saran saya sebelum berangkat persiapkan makanan dan minuman dengan baik, terutama minuman karena puanaass banget dan bikin dehidrasi. Jangan lupa makan siang untuk sopir kapal, kasian dia menunggu sampai sore. Satu lagi, harus siap dengan kondisi alam tanpa fasilitas umum, seperti toilet dan mushola (bagi yang muslim).
Tempo yang dibutuhkan dari dermaga sampai ke Pahawang sekitar 20 menit. Sangat menyenangkan sekali duduk di dalam kursi atau bisa dibilang papan kayu yang dialasi bantal di dalam kapal sambil menikmati indahnya pemandangan pulau-pulau dan digoyang-goyang ombak laut serta angin laut yang menerpa. Jangan lupa bawa kacamata untuk mengurangi sinar ultraviolet masuk mata. Juga sunblock biar ga item. Pake sunblock aja tetep item apalagi ga pake. Sepertinya memang benar bahwa sunblock terbaik untuk kita adalah pakaian yang kita pakai. Buktinya yg panas kebakar cuma kulit yang terbuka aja.
Pulau Pahawang

Setelah diombang-ambing ombak lebih kurang 20 menit sampailah kami di Pulau Pahawang. Uniknya pulau berpasir putih ini adalah saat air laut surut maka akan terkuak sebuah jalan berpasir putih yang menghubungkan pulau ini ke Pulau Desa Pahawang di depan pulau ini.

Pulau Desa Pahawang terlihat memiliki penghuni yang ramai ketika kami melihatnya dari tengah laut. Sedangkan pulau Pahawang sendiri yang merupakan bagian dari Desa Pahawang adalah pulau kecil di belakang Pulau Desa Pahawang. Pertama yang kami lihat adalah birunya air laut yang menyegarkan pandangan mata, disusul dengan pasir putihnya dan pulaunya yang kecil dan sepi. Selain itu kami melihat sebuah villa lengkap dengan dermaga milik pribadi di ujung pulau.
Villa pribadi milik orang asing

Menurut yang menunggu pulau ini tempat ini sudah sering dikunjungi wisatawan, terutama yang dari luar Lampung yang menyambangi lokasi ini. Dan Pulau ini sudah dibeli oleh orang Belanda dan dibuat villa pribadi sejak tahun 2006 lalu. Menuju ke villa milik orang Belanda ini kami harus berjalan selama kurang lebih 10 menit lewat pepohonan di dalam pulau. Para pengunjung tidak boleh memasuki villa yang selalu dibersihkan oleh penjaganya ini. Kami hanya bisa menikmati dermaga dan melihat kolam laut pribadi yang dibuat oleh empunya. Selain itu banyak terumbu-terumbu karang yang dibuat di sekitar dermaga yang membuat suasana laut di sekitar dermaga pribadi ni cantik dan saat pasang sering digunakan sebagai tempat snorkling. Ikan-ikan dan hewan lainnya tumbuh dan berkembang biak dengan alami di sini. Sebut saja ikan berwarna biru, ikan2 sekolah yang ribuan jumlahnya, ikan belang-belang, ikan katak, bulu babi, teripang, timun laut, dan lain-lain.
Pemandangan yang kami lihat dari salah satu sisi Pahawang

Sebagai tambahan info saja pulau di samping kiri pulau ini juga sudah dibeli oleh orang Prancis. Sedangkan pulau tepat di belakang pulau ini dibeli oleh salah satu tokoh politik Indonesia. Ternyata pulau-pulau cantik di Indonesia meskipun tidak berpenghuni tetapi memiliki pemilik..ckckck..Indonesia kaya..


Kembali ke pantai Pahawang..pantai ini memiliki pasir putih yang lembut seperti di wedimbo-Jogja atau di dreamland-bali. Tapi sayang, agak sedikit kotor karena wisatawan yang kemping di sini kurang bisa menjaga kebersihan, sehingga ada beberapa sampah plastik yang berada di pesisir pantai. Sangat disayangkan, karena pulau yang jarang dikunjungi orang ini harus kotor oeh tangan2 tidak bertanggungjawab. Inilah sedikit penyebab kenapa penulis jaranf ingin menulis suatu tempat yang masih perawan yang recomended dikunjungi, karena setelah ramai biasanya akan kotor dan tidak lagi menjadi tempat favorit *sedih*.

Pesisir Pahawang yanglain lengkap dengan air lautnya yang jernih

Saat kami datang, laut masih sedikit pasang karena hari masih pagi, jadi kami turun disambut dengan air laut yang biru jernih yang membuat kami ingin berenang. Bisa bermain-main di pasir putih dan di pohon bakau di sekitar pantai. Tampaklah oleh kami pasir putih di bawah laut yang tampak dangkal. Setelah agak siang dan kami puas bermain-main serta berfoto-foto terlihat bahwa laut mulai surut dan terkuaklah jalan berpasir dari Pulau Pahawang ini menuju ke pulau di depannya. Subhanallah, sungguh tak terduga.


Jalan yang timbul saat air laut surut dan tenggelam saat pasang

Jam menunjukkan pukul 3 sore ketika kami sudah puas di Pahawang dan berkemas-kemas menuju ke Pulau Klagian yang lokasinya searah dengan jalan kami pulang kembali ke dataran serambi Sumatra ini.
Pulau Klagian dilihat dari perahu


Pemandangan dari daratan Klagian

Lagi-lagi kami disambut hamparan pasir putih bersih dan pohon Bakau di Pulau Klagian ini. Pulau kecil di tengah laut ini kembali menyuguhkan pemandangan yang khas laut biru dengan pasir putihnya dan bagan-bagan penangkap ikan di tengah laut. Selain itu sunset sore hari ikut menyemarakkan sore kami kali ini. Cukup satu jam bermain-main dan mengelilingi pulau yang benar-benar tidak berpenghuni ini dan kami kembali melanjutkan perjalanan kembali pulaang..




Klagian dan bagan di tengah laut

Sore kami di dermaga disambut kapal pengangkut beras dan makanan serta alat-alat lain yang akan dikirim ke pulau-pulau lepas pantai yang memiliki penghuni. Dan juga anak-anak SD yang masih dengan seragamnya menikmati sore mereka di dermaga dengan cara mereka sendiri.
Suatu sore di dermaga *anak2 dan kapal pengangkut sembako*

Perjalanan kami terakhir sebelum pulang adalah menuju Bukit Kunyit yang terletak di Teluk Betung. Di sana kami kembali melihat pantai dengan tanker-tanker di pesisir pantainya. Tempat yang ramai dengan pengunjung tetapi agak sedikit kotor. Tapi masalahnya sekarang di sana bukan seperti apa tempatnya tetapi bersama siapa perginya. Yang saya lihat di sana adalah kumpulan anak-anak muda, sekumpulan anak2 kecil dan suami-istri lengkap dengan anak-anak kecilnya bermain di sana.
Laut di Bukit Kunyit dengan pemandangan Kapal Tanker

Terakhir kami makan mie kodon yang terkenal di Lampung. Yang mungkin belum saya ulas di pokok bahasan wisata kuliner Lampung sebelumnya, lupa euy...wkwkwk...mie kodon ini adalah mie yang sangat terkenal di Lampung. Menyajikan mie goreng dan mie godhog (rebus). Mie buatan sendiri yang besar-besar menjadi ciri khasnya. Lokasinya berada di Teluk, lebih tepatnya belok kanan sebelum Taman Dipangga atau lurus dari Chandra mini market Lampung. Meskipun tempatnya sempit tetapi pengunjungnya bahkan melebihi kapasitas warung dan parkiran. Para pengguna mobil harus rela berjalan kaki lumayan karena lokasi parkirnya hanya memanfaatkan pinggir jalan. Selain itu harus menyabarkan diri karena antri. Satu lagi pesan biasanya setelah maghrib mie-nya sudah habis. Tapi tenang saja mie kodon ini ada cabangnya, yaitu terletak di sebelah Polda Lampung atau di atas Taman Dipangga. Sore-sore makan mie kodon...mantaabbss..

Okelah kalo begitu..cukup sekian dulu perjalanan kali ini.

Tetap sehat, tetap semangat..
Beso kita jalan-jalan lagi..

^_^

Jumat, Oktober 21, 2011

Krakatoa Time

Perjalanan di Lampung ternyata belum selesai. Masih ada beberapa tempat eksotis yang harus dijelajah sebelum berkunjung dan menggeledah kota selanjutnya. :D
Jadii...what time is it?! It's Krakatoa tiimmeee...
Tour kali ini bukan merupakan perjalananku sendiri dengan teman2 bocah ilang yang lain, tetapi lebih ke tour krakatau bersama Dinas Pariwisata dan Kebudayaan dalam rangka menyemarakkan Festival Krakatau yang digelar di Propinsi Lampung sebagai tempat dinasku sekarang, from Jogja to Lampung =D.
Gunung Krakatau (induk Anak Krakatau)


Gunung Anak Krakatau yang cantik

Salah satu big rock-ku di sini adalah menuju ke Pulau Anak Krakatau dan pulau-pulau kecil di sekitarnya, nanti lah kalau sudah tiba waktunya pasti ke sana. Sementara ini saya ikut berpartisipasi dulu bersama para tim kepariwisataan demi mendukung peningkatan rasa kebanggaan akan tempat wisata Indonesia, bahwa di indonesia masih memiliki banyak tempat wisata yang menarik dan layak untuk dikunjungi, Indonesia kaya dengan wisata alamnya tetapi belum banyak yang tahu.

Gunung Anak Krakatau dengan asapnya yang mengepul

Dan salah satu tempat itu adalah Pulau Anak Krakatau, sedangkan sudah banyak wisatawan asing maupun para peneliti datang kesana, tetapi saya sendiri sebagai bangsa Indonesia malah belum pernah melihat dengan mata kepala sendiri tempat itu.
Kami menyeberang dengan menggunakan kapal roro dari Pelabuhan Bakauheni, karena di sini banyak dubes-dubes yang ikut untuk melihat kemegahan anak Krakatau dan sisa-sisa dari Gunung Krakatau itu sendiri.
Gunung Anak Krakatau di mata para pengunjung

Perjalanan dengan kapal ini ditempuh dengan jangka waktu sekitar kurang lebih 3 jam sampai di Lokasi. Gunung Anak Krakatau sendiri adalah gunung berapi anak dari Gunung Krakatau yang meletus seribu tahun yang lalu dengan letusan yang sangat dahsyat bahkan getarannya sampai terasa di dataran Eropa. Daerah sekitar Gunung Krakatau sendiri seperti Jakarta dan Lampung pasti juga terkena imbasnya.
Batasan tsunami yang ditimbulkan oleh gelombang raksasa akibat letusan ini, untuk dataran Lampung, sampai dengan Taman Dipangga (dekat Polda Lampung). Penandanya dengan adanya rambu laut di tengah Taman Dwipangga. Konon dulu rambu laut yang seharusnya berada di laut ini terlempar sampai dengan tempat ini berada sekarang. Dan diperkirakan tsunami menerjang sampai daerah ini yang kurang lebih berjarak 15 km dari tepi laut. Sehingga untuk mengenang tempat ini maka rambu laut yang terlempar sampai di sini dipasang untuk monumen peringatannya. Rambu laut yang satunya lagi diletakkan di depan Museum Lampung.
Taman Dipangga depan Polda Lampung


Rambu laut yang terlempar saat tsunami

Kehebatan Gunung Krakatau kala itu mengusik semua penduduk di dunia, bahkan oleh para produser industri film di luar dibuatkan film Krakatoa yang mengungkapkan kembali cerita kedahsyatan Krakatau kala itu *kenapa Indonesia malah ga buat yah??!!*. Dan sekarang gunung yang menggetarkan seluruh dunia tersebut hanya tinggal separuhnya saja.

Rambu laut da relief meletusnya krakatau

Anak Gunung Krakatau yang terletak tidak jauh dari induknya sekarang sudah menampakkan kegarangannya. Meskipun tidak setinggi induknya ataupun setinggi Gunung Merapi di Jogja, tetapi anak gunung ini menyimpan potensi yang berbahaya jika sampai meletus. Terlihat dari kawah gunung yang lebih lebar dengan asap yang mengepul meskipun sedang diam. Kondisi di sekitar bibir kawah hanya berupa pasir-pasir tandus pertanda betapa panasnya suhu kawah gunung ini. Tanaman cagar alam berada di daerah tepi pantai dekat dengan pesisir laut dan itupun tidak seberapa banyak.

Sisi lain Gunung Anak Krakatau


Pesisir Gunung Anak Krakatau dan Petugas penjaganya

Aturan yang harus diterapkan jika kita menginjakkan kaki di pulau ini adalah kita tidak boleh jongkok, karena udara di daerah 20 cm di atas tanah ini masih mengandung sulfur yang berbahaya untuk kesehatan jika terhirup oleh kita. Jika terhirup akibat pertamanya adalah kita akan merasa lemas dan lama-lama bisa menimbulkan kematian dalam waktu yang tidak lama. Seperti pepatah "ibarat gunung es, tampak di luar kecil dan besar di dalam air" tampaknya pepatah ini bisa diterapkan untuk gunung ini. Konon menurut perhitungan jika nanti gunung Anak Krakatau ini meletus akan jauh lebih besar daripada induknya.. ooh eemm jii,,,mari kita kembalikan masalah tersebut kepada Yang Di Atas.. semoga semua baik-baik saja..

Diam-diam menghanyutkan

Begitulah sekilas perjalanan menuju Gunung Anak Krakatau kali ini. Nanti kalau ada trip selanjutnya semoga aku ada waktu untuk menuangkannya dalam coret2an kata-kata di sini,,

Tetap sehat...tetep semangat,,
Beso kita jalan-jalan lagi
^_^

Rabu, Mei 18, 2011

Wisata Lampung - Edisi Krui

Salah satu lokasi di sudut barat propinsi Lampung dengan ikon ikan blue marlin (ikan terbang) di atas batang pohon damar yang merupakan tempat penjelajahanku selanjutnya. Wisata menarik yang tidak terlalu tenar bagi bangsa sendiri tetapi menjadi tujuan kedua wisatawan asing setelah Kuta-Bali karena ombaknya yang terkenal. Bukan pertama kalinya sih aku datang ke tempat ini, biasanya datang kesini karena sedang menjalankan tugas mengunjungi nasabah. Tetapi kali ini penjelajahan yang sebenarnya dilakukan :> *bangga*
Kota yang beribukotakan Lampung Barat ini bisa ditempuh dengan perjalanan darat selama 4 jam dari Bandar Lampung (lewat Kota Agung-Gunung Tanggamus) dan waktu tempuh yang sama dari arah Kotabumi (lewat Bukit Kemuning-Fajar Bulan-Liwa). Untuk akses jalan dan pemandangan selama perjalanan aku rekomendasikan lewat alur selatan yakni lewat Kota Agung-Tanggamus. Banyak pemandangan indah berupa pantai dan pegunungan (masuk ke areal Taman Nasional Bukit Barisan daerah selatan). Jadi siap2 ketemu ama monyet2 liar..wkwkwkwk.. Pastikan kendaraanmu full dengan bahan bakar karena SPBU terakhir adalah di kota Tanggamus dan SPBU berikutnya ada di kota Krui.
Kalau lewat jalur utara yaitu mulai dari Bandara ke arah Kotabumi, lalu ke arah Bukit Kemuning, Fajar Bulan, Liwa dan Krui. Pemandangan yg didapatkan juga menarik karena lembah dan gunung kehijauan menari-nari di depan mata. Dari Liwa ke Krui sendiri melewati daerah TNBB juga dan beberap air terjun yang mengalir di tebing-tebing secara alami. Jadi bisa berenti dan poto2 dulu juga di sini,,hehehee..Tapi kalo para bule-bule sih suka dilewatin jalur selatan karena jalanannya bersahabat, wkwkkw
oke..kembali ke wisata tadi. Sebelum menuju ke Tanjung Setia, kota tujuan wisata para bule surfer setelah Kuta-Bali, maka ada baiknya kita jelajah wisata alam sekitarnya dulu.
pertama-tama kami telusuri jalanan arah ke Bengkulu, lebih tepatnya masuk ke Pekon Tebakak. Konon katanya pantai di wilayah ini juga indah-indah. Bahkan pantai Bungur yang berlokasi di pesisir arah Bengkulu adalh pantai kedua yang bakal dijamah turis asing jika ombak di Tanjung Setia sedang tidak bagus. Bagaimana merkea bisa menemukan ombak bagus di daerah mana??heemm..dengan bantuan GPS tentunya...wkwkwk..sayangnya saat itu penulis dan rombongan bocah ilang tidak sampai kesana, dan ini karena lagi-lagi masalah waktu...ckckck..,nexttime yah ;p

Berjalan menuju ke arah Bengkulu mata kita dihibur pemandangan laut nan indah, tebing dan pantai pasir putih dan hitam sekaligus. Tidak akan membuat mata terpejam sedikitpun. Ombak-ombak berkejaran menuju ke pesisir pantai, seperti melambai kepada kami untuk ikut bermain besama merekaa,,,beeuh..berrraaattt...ahahaha
Pantai pertama adalah pantai tanpa nama yang sangaat luaass dan indah dengan ombak besarnya yg aduhai. Akan tetapi kami hanya dapat menikmatinya dengan memandangi permainan ombak-ombak itu dari atas tebing. Hal ini terjadi karena kami belum menemukan jalan ke bawahnya,ckckck..kita coba lain kali.
Pantai kedua adalah pantai yang berbatu-batu. Bentuk batunya mirip kepala orang yang berambut hijau diujungnya (rambut yang dimaksud adalah sekumpulan rerumputan di atas tebing)..wwooouuuwww..lalu kami berhenti di sebuah tempat berbatu-batu hitam dan besar -besar layaknya karang raksasa. konon katanya itu dulu mau dibikin pelabuhan tapi ga jadi, ahahaha..dasar pemerintah. Jadinya tempat itu sekarang jadi tempat gratisan buat memandang laut dengan Pulau Pisang di sebrangnya dan tempat poto gratis. Tapi tidak semua orang tahu tempat ini. Kami saja tau karena saat sedang dinas (pertama kali mengunjungi tempat ini) dari driver yang menjadi teman perjalanan kami dan memberi kami pengalaman yang berarti. Karena pengalaman adalah guru yang paling berharga. wkwkwk.....
Pantai mantan pelabuhan gajadi, full of ROCKS..di ujung ada batu berbentuk kepala rambut hijau

mantan pelabuhan dengan Pulau Pisang di sebrang

Setelah puas memandangi Pulau Pisang di seberang dari atas-atas batu cadas ini, kami bergerak menuju ke arah barat, menuju ke pesisir pantai selanjutnya. Dalam hati kami para bolang berkata "pasti suatu saat nanti kami akan mengunjungimu wahai Pulau Pisang". Secara kapal yang berlayar menuju Pulau Pisang sangat terbatas, hanya dua kali sehari.
Saat perjalanan menuju pantai selanjutnya ini kami melihat para penduduk yang berprofesi sebagai pengumpul batu pantai. Batu-batu pantai Krui sangat terkenal, biasanya batu-batu tersebut dipakai masyarakat sebagai penghias kolam ikan, taman, dan sebagainya. harganya pun cukup murah, untuk satu karung, lebih kurang 20 kilo harganya 18ribu.
Kami sampai di pesisir kedua, pesisir ini berisi batu-batuan kecil. Memandang ke arah barat dan timur hanyaada tepian pantai dan pepohonan kelapa, dengan hiasan ombak-ombak indah setinggi 1-2 meter yang jadi semua ombaknya. Bagus buat surfing seandainya pesisir pantai tidak berbatu..heemmm..kami menikmati kembali dalam kekaguman pandangan. heemmm..ga akan ada habisnya menikmati laut dan ombak yang menari-nari.
Pemandangan yang tampak di mata kami

Ombak yang menari-nari

Kami kembali ke Krui, melewati ikon Krui dan menuju ke pelabuhan Jukung dan menuju tempat tersembunyi di lembah di balik bukit. Yakin ga semua orang tahu tempat ini (trimakasi Mang Cik memberi kami pengalaman dan pengetahuan baru,wkwkwk). Kendaraan kami tinggal di bawah dan kami naik ke puncak bukit yang penuh dengan rumput hijau...."Subhanallaah.." bener2 pemandangan yang woouuww.. memandang laut kejauhan dari atas bukit sekaligus memandang bukit-bukit menuju ke propinsi tetangga nan elok. Semua kami rekam dalam otak masing-masing bolang (bocah ilang). Sayang sekali tempat-tempat indah seperti ini tidak dipublikasikan. Seandainya iya, mungkin Krui adalah kampung turis asing kedua setelah Bali,,wkwkwk..
Pemandangan dari atas bukit

Sisi lain pemandangan

Sekali lagi mengingat waktu, kita harus kembali menuju tempat utama kami, Tanjung Setia, yang masih setia menanti kami,wkwkwk..
Gerbang Pantai Tanjung Setia

Ombak Tanjung Setia tinggi, bergelombang indah dan pas untuk surfing. Inilah kenapa daerah Lampung yang ada bule-nya cuma ada di sini, ahaha..karena mereka berlibur mencari pantai dengan ombak yang bisa digunakan utk surfing..hemm.. Ada beberapa cottage yang menawarkan tempat tinggal di daerah ini. Dan tarif yang dikenakan adalah tarif dollar. Dan asal tau aja ada beberapa cottage yg tidak memberikan pelayanan kepada turis lokal,ckckck..
Beruntung sahabat bolang kami punya sahabat yang punya cottage di tmpat itu, jadi kami dapat tempat sahabat dan harga yang bersahabat (maklum para bolang hanya berasal dari rakyat jelata yang haus petualangan,ahahaa). Kami disambut ramah sang pemilik cottage yang bernama Mbak Widya dengan anaknya yang manis bernama Lala. Cottage yang berhadapan langsung dengan laut dan ombaknya dengan beberapa turis Swedia dan Amerika Latin ada di sana sedang bermain bilyar maupun duduk2 bercengkrama. Kalau mau kita boleh saja bergabung dengan mereka ngobrol-ngobrol atau main bersama. Mereka welcome dan ramah dengan kita. Menurut sang empunya cottage, ada beberapa bule dari Spanyol yang sedang dijemput di bandara dan sore nanti akan tiba di sini.
Salah satu cottage di Tanjung Setia, Paradise (recommended)
Pemandangan dari salah satu cottage

Cottage-cottage-nya...asssooy
Saat musim ombak besar seperti ini merupakan musim ramai bule (bulan april sampai dengan oktober). Biasanya para bule tersebut menghabiskan waktu 2 sampai empat bulan di sini. Dan mereka memegang GPS untuk mengetahui daerah mana yang memiliki ombak tertinggi, apakah di Tanjung Setia tempat mereka menginap, ataukah Way Jambu, di mandiri beach, atau di Pugung..heemmm..canggih juga mereka,,wkwkwk...saking terkenalnya Tanjung Setia, saat ombak laut sedang besar-besarnya (di bulan juni nanti) akan diadakan Festival Tanjung Setia, di mana para surfer akan menunjukkan kebolehan mereka surfing di atas ombak..heemm...
Sayang sekali langit sore tidak mengijinkan kami menikmati indahnya sunset di pantai ini,,ckckck,,it means kami para bolang disuruh datang kembali suatu saat nanti,,wkwkwk...Praktis sore itu kami menghabiskan waktu untuk duduk2 di cafe bersama bule2 yang baru dateng. Welcome drink mereka beda dengan welcome drink kita yang berupa segelas teh anget,wkwkwk....

Cafe tempat bule kumpul, bercengkrama, breakfast, lunch, dinner, bilyard, dll

Malam harinya kami menikmati dinner bersama dengan onion ring garing, ayam saus tiram, sama sayur apa ya itu namanya lupa,,bahahaa..nyyuuummm,,,masih ditemani gerimis malam...heemm...tidur nyenyaklah kami malam itu.
Pagi menjelang dan kami sarapan dengan makanan ala bule, dasar kami bolang dusun, nambah2 juga ga malu. yang penting kenyaang dan hati senaang..ahahaa
Next kami ingin ke way jambu, tp lagi2 waktu jualah yang tidak mengijinkan. Lagi2 rayuan nexttime kepada kami..ahahaha...jadi next ke mandiri beach. Ternyata ombak di pantai ini juga aduhai. pesisir pasir putih yang memandang asyyik gillaa,,,Kuta abiisss, cuma disini lebih menang sepinya..jadi puas buat guling-gulingan di pantai, loh?!?!..ahahaha...mau lari-larian juga ga bakal nabrak,,wwooouuuww..bisa tereak-tereak seenaknyaa...wwwooooooaaaa *teriak*
Mandiri Beach (itu keliatan baywatch-nya)

Ombak seperti ini yang dicari para bule bahkan yg lebih tinggi nanti saat Festival Tanjung Setia

Lalu kami melanjutkan perjalanan ke Pantai Jukung, di pantai ini lebih ramai karena dekat dengan pusat kota Krui dan penuh dengan wisatawan lokal. Turis jarang yang kesini, karena ombaknya lebih kecil.
Salah satu cottage di Pantai Jukung

And the last kami makan siang di sebuah rumah makan sederhana yang pernah masuk acara Transtivi,,hahahahaa *pentingbanget*. Warung ini adalah "Pondok Kuring".
Tempet makan siang cihuy
Sempet masuk tipi karena batagor ikannya yang paling cihui,,jadinya proses pembuatannya ampe ditipiin..wooaaa....Di sinilah warung yang menyediakan menu spesial yang tidak ada di tempat lain yaitu "Sate Ikan Tuhu" alias sate ikan blue marline atau bahasa gampangnya ikan terbang. Nyaammm,,,jangan lupa mencoba gulai kepala atau gulai ikan kakapnya,,,slurp, kuahnya kuueenteeell abiss,,,maak nyooossss...ikan kakap gorengnya juga sedaappp..Tak lupa sebagai penutup adalah Es degan muda dengan gula merah ataupun gula putih sama segernya. Oia lupa, orang-orang di sini lebih kenal dengan nama Es Dugan..ahahaha...lain daerah lain bahasa..senang belajar berbagai amcam bahasa di berbagai macam daerah..hemm..
Sate Ikan Tuhu alias blue marine alias ikan terbang


Gulai kakap mantabb

Es Degan segeeerrrr


Baiklah..demikian petualangan saya kali ini..

Tetep sehat tetep semangat, beso kita jalan-jalan lagi..
:D

Minggu, Januari 30, 2011

Singgah Sejenak di Bumi Sriwijaya

Meski hanya dalam hitungan hari aku diantarkan Tuhan ke bumi Siwijaya ini, tak ada secuil waktupun yang terbuang untuk mengenangnya. Setiba di Bandara Internasional Sultan Mahmud Badaruddin siang itu, aku langsung meluncur dengan taxi ke pusat kota. Hemm..kota empek-empek..jauh juga persinggahanku yang kesekian kali ini dari Jogja :D Setelah dapat kepastian dan penginapan dari kantor, bersiap-siaplah jiwa petualanganku muncul. Menginjakkan kaki di Bumi Sriwijaya tidak akan lengkap jika tidak menikmati indahnya pemandangan malam di Sungai terbesar se Indonesia, Sungai Musi. Dan juga jembatan yang sudah menggaung namanya di telinga kita, Jembatan Ampera. Membelah jembatan Ampera di pekat malam menyeberangi sungai Musi merupakan langkah pertamaku mengarungi tanah ini,hahahaa...

Sungai Musi dan Jembatan Ampera

Jembatan Ampera dari bantaran Sungai Musi

Setelah capek menyusuri jembatan Ampera, maka waktunya makan malam di River Side Restoran. Restoran yang memiliki tema kapal ini memang tepat berada di atas sungai Musi. Jika siang hari, kita bisa berwisata menyusuri Sungai Musi dengan berbagai macam tipe dan tarif yang telah ditetapkan. Tetapi lagi-lagi acara wisata penulis kali ini memang dikarenakan sedang memenuhi tugas perusahaan alias dinas, sehingga tidak bisa semena-mena menentukan waktu piknik. Hanya dengan berbekal kepintaran manajemen waktu saja semua ini bisa terjadi :p
Tarif angkutan Sungai Musi

River Side restaurant di atas Sungai Musi
Ada salah satu menu yang merupakan makanan yang menjadi andalan dari restoran ini, yaitu ikan bakar,,,,uum..lupa nama ikannya, yang pasti orang-orang menyebutnya ikan kipas..dikarenakan bentuk tubuhnya yang berlapis-lapis layaknya kipas...hemm..nyummii,, x_x
Ikan kipas bakar tinggal separoh..hehehe
Setelah selesai makan malam, tiba saatnya menyusuri tempat-tempat dan mempelajari aktifitas yang ada di sekitaran Sungai Musi yang tersohor itu. Rupanya di sana ada Benteng Kuto Besak. Selain itu ada air mancur yang berada di pinggir Sungai lengkap dengan lampu warna-warninya yang berubah-ubah. Ramai tempat itu dengan anak-anak kecil yang berlari-lari di sekitaran orang tua mereka, orang-orang yang mencari sesuap nasi dengan menjual mainan dan makanan-makanan ringan. Bahkan ada juga yang kreatif membuat warung apung dengan membuka warung makan di atas kapal kecilnya dengan harga makanan yang terjangkau oleh semua lapisan masyarakat. Sedikit keluar dari tempat ini sampailah kita di Monumen Perjuangan Rakyat (Monpera) Sumatera Selatan. hemm...lagi-lagi faktor waktu dan keadaan yang menyebabkan penulis belum sempat menyinggahi museum di Palembang ini yang merupakan dasar sejarah yang digunakan untuk mempelajari kota ini. Mungkin lain waktu jika diijinkan :D Lurus dengan Jembatan Ampera terdapat air mancur kota dengan lampu warna warni yang selalu berganti. Dan air mancur ini tepat di depan pintu masuk Masjid Agung Palembang, yang merupakan masjid terbesar di kota ini.
Masjid Agung Palembang
Satu lagi tempat wisata di Palembang yang sempat penulis kunjungi, yaitu taman kota Kambang Iwak Besak. Yang kalo diterjemahkan ke bahasa Indonesia adalah kolam ikan yang besar, hemm...Di tengah kolam ikan yang besar ini terdapat air mancur pula. Banyak pohon-pohon besar yang mengelilingi kolam membuat tempat ini menjadi nyaman dan sejuk di kala siang. Dan di kala malam mata kita akan dihibur dengan air mancur lengkap dengan lampu warna-warni tepat di tengah kolam. Berkunjung di kota empek-empek tak lengkap rasanya membeli empek-empek di kota empek-empek. Salah satu tempat untuk membeli empek-empek untuk oleh-oleh adalah di toko oleh-oleh "Candy" yang berada di Jalan Jendral Sudirman, di samping Hotel Grand Anugrah Palembang. Hemm..sepertinya waktu kembali yang membuat penulis merasa belum puas mengunjungi kota ini, karena penulis harus kembali menempuh perjalanan menuju ke kota persinggahan selanjutnya. Dan dari kota selanjutnya akan menuju kota selanjutnya yang akan mengisi petualangan dan pengalaman bagi penulis. Baiklah kalau begitu..tetep sehat..tetep semangat...beso kita jalan-jalan lagi.... :D