Senin, Oktober 31, 2011

Pahawang and Klagian Island

Perjalanan selanjutnya masih berbau aroma pantai dan laut.. i love beach..hahahaa
Mengikuti pepatah sekali mendayung dua tiga pulau terlampaui. Sekali naek speed boat pulau pahawang dan pulau klagian terlampaui :D
Dua pulau ini adalah salah satu big rock-ku dalam rangka mengelilingi pulau-pulau di Propinsi Lampung. Beranjak dari Pelabuhan Ketapang saat fajar mulai menyingsing, agar saat menyeberang masih disambut oleh ombak yang ramah. Berbekal dari kenalan orang tambak yang jadi nasabah perusahaan sebuah pakan ikan di Lampung punya teman kami, jadilah kami menyeberang kesana dengan aman. Kami naik speedboat dengan muatan enam orang plus si sopir kapal. Sehari menyewa kapal tersebut kami membayar Rp 250 ribu berenam. Tidak lupa kami membawa bekal makanan ringan dan minuman serta makan siang sendiri dari darat, karena kami menuju pulau tak berpenghuni. Saran saya sebelum berangkat persiapkan makanan dan minuman dengan baik, terutama minuman karena puanaass banget dan bikin dehidrasi. Jangan lupa makan siang untuk sopir kapal, kasian dia menunggu sampai sore. Satu lagi, harus siap dengan kondisi alam tanpa fasilitas umum, seperti toilet dan mushola (bagi yang muslim).
Tempo yang dibutuhkan dari dermaga sampai ke Pahawang sekitar 20 menit. Sangat menyenangkan sekali duduk di dalam kursi atau bisa dibilang papan kayu yang dialasi bantal di dalam kapal sambil menikmati indahnya pemandangan pulau-pulau dan digoyang-goyang ombak laut serta angin laut yang menerpa. Jangan lupa bawa kacamata untuk mengurangi sinar ultraviolet masuk mata. Juga sunblock biar ga item. Pake sunblock aja tetep item apalagi ga pake. Sepertinya memang benar bahwa sunblock terbaik untuk kita adalah pakaian yang kita pakai. Buktinya yg panas kebakar cuma kulit yang terbuka aja.
Pulau Pahawang

Setelah diombang-ambing ombak lebih kurang 20 menit sampailah kami di Pulau Pahawang. Uniknya pulau berpasir putih ini adalah saat air laut surut maka akan terkuak sebuah jalan berpasir putih yang menghubungkan pulau ini ke Pulau Desa Pahawang di depan pulau ini.

Pulau Desa Pahawang terlihat memiliki penghuni yang ramai ketika kami melihatnya dari tengah laut. Sedangkan pulau Pahawang sendiri yang merupakan bagian dari Desa Pahawang adalah pulau kecil di belakang Pulau Desa Pahawang. Pertama yang kami lihat adalah birunya air laut yang menyegarkan pandangan mata, disusul dengan pasir putihnya dan pulaunya yang kecil dan sepi. Selain itu kami melihat sebuah villa lengkap dengan dermaga milik pribadi di ujung pulau.
Villa pribadi milik orang asing

Menurut yang menunggu pulau ini tempat ini sudah sering dikunjungi wisatawan, terutama yang dari luar Lampung yang menyambangi lokasi ini. Dan Pulau ini sudah dibeli oleh orang Belanda dan dibuat villa pribadi sejak tahun 2006 lalu. Menuju ke villa milik orang Belanda ini kami harus berjalan selama kurang lebih 10 menit lewat pepohonan di dalam pulau. Para pengunjung tidak boleh memasuki villa yang selalu dibersihkan oleh penjaganya ini. Kami hanya bisa menikmati dermaga dan melihat kolam laut pribadi yang dibuat oleh empunya. Selain itu banyak terumbu-terumbu karang yang dibuat di sekitar dermaga yang membuat suasana laut di sekitar dermaga pribadi ni cantik dan saat pasang sering digunakan sebagai tempat snorkling. Ikan-ikan dan hewan lainnya tumbuh dan berkembang biak dengan alami di sini. Sebut saja ikan berwarna biru, ikan2 sekolah yang ribuan jumlahnya, ikan belang-belang, ikan katak, bulu babi, teripang, timun laut, dan lain-lain.
Pemandangan yang kami lihat dari salah satu sisi Pahawang

Sebagai tambahan info saja pulau di samping kiri pulau ini juga sudah dibeli oleh orang Prancis. Sedangkan pulau tepat di belakang pulau ini dibeli oleh salah satu tokoh politik Indonesia. Ternyata pulau-pulau cantik di Indonesia meskipun tidak berpenghuni tetapi memiliki pemilik..ckckck..Indonesia kaya..


Kembali ke pantai Pahawang..pantai ini memiliki pasir putih yang lembut seperti di wedimbo-Jogja atau di dreamland-bali. Tapi sayang, agak sedikit kotor karena wisatawan yang kemping di sini kurang bisa menjaga kebersihan, sehingga ada beberapa sampah plastik yang berada di pesisir pantai. Sangat disayangkan, karena pulau yang jarang dikunjungi orang ini harus kotor oeh tangan2 tidak bertanggungjawab. Inilah sedikit penyebab kenapa penulis jaranf ingin menulis suatu tempat yang masih perawan yang recomended dikunjungi, karena setelah ramai biasanya akan kotor dan tidak lagi menjadi tempat favorit *sedih*.

Pesisir Pahawang yanglain lengkap dengan air lautnya yang jernih

Saat kami datang, laut masih sedikit pasang karena hari masih pagi, jadi kami turun disambut dengan air laut yang biru jernih yang membuat kami ingin berenang. Bisa bermain-main di pasir putih dan di pohon bakau di sekitar pantai. Tampaklah oleh kami pasir putih di bawah laut yang tampak dangkal. Setelah agak siang dan kami puas bermain-main serta berfoto-foto terlihat bahwa laut mulai surut dan terkuaklah jalan berpasir dari Pulau Pahawang ini menuju ke pulau di depannya. Subhanallah, sungguh tak terduga.


Jalan yang timbul saat air laut surut dan tenggelam saat pasang

Jam menunjukkan pukul 3 sore ketika kami sudah puas di Pahawang dan berkemas-kemas menuju ke Pulau Klagian yang lokasinya searah dengan jalan kami pulang kembali ke dataran serambi Sumatra ini.
Pulau Klagian dilihat dari perahu


Pemandangan dari daratan Klagian

Lagi-lagi kami disambut hamparan pasir putih bersih dan pohon Bakau di Pulau Klagian ini. Pulau kecil di tengah laut ini kembali menyuguhkan pemandangan yang khas laut biru dengan pasir putihnya dan bagan-bagan penangkap ikan di tengah laut. Selain itu sunset sore hari ikut menyemarakkan sore kami kali ini. Cukup satu jam bermain-main dan mengelilingi pulau yang benar-benar tidak berpenghuni ini dan kami kembali melanjutkan perjalanan kembali pulaang..




Klagian dan bagan di tengah laut

Sore kami di dermaga disambut kapal pengangkut beras dan makanan serta alat-alat lain yang akan dikirim ke pulau-pulau lepas pantai yang memiliki penghuni. Dan juga anak-anak SD yang masih dengan seragamnya menikmati sore mereka di dermaga dengan cara mereka sendiri.
Suatu sore di dermaga *anak2 dan kapal pengangkut sembako*

Perjalanan kami terakhir sebelum pulang adalah menuju Bukit Kunyit yang terletak di Teluk Betung. Di sana kami kembali melihat pantai dengan tanker-tanker di pesisir pantainya. Tempat yang ramai dengan pengunjung tetapi agak sedikit kotor. Tapi masalahnya sekarang di sana bukan seperti apa tempatnya tetapi bersama siapa perginya. Yang saya lihat di sana adalah kumpulan anak-anak muda, sekumpulan anak2 kecil dan suami-istri lengkap dengan anak-anak kecilnya bermain di sana.
Laut di Bukit Kunyit dengan pemandangan Kapal Tanker

Terakhir kami makan mie kodon yang terkenal di Lampung. Yang mungkin belum saya ulas di pokok bahasan wisata kuliner Lampung sebelumnya, lupa euy...wkwkwk...mie kodon ini adalah mie yang sangat terkenal di Lampung. Menyajikan mie goreng dan mie godhog (rebus). Mie buatan sendiri yang besar-besar menjadi ciri khasnya. Lokasinya berada di Teluk, lebih tepatnya belok kanan sebelum Taman Dipangga atau lurus dari Chandra mini market Lampung. Meskipun tempatnya sempit tetapi pengunjungnya bahkan melebihi kapasitas warung dan parkiran. Para pengguna mobil harus rela berjalan kaki lumayan karena lokasi parkirnya hanya memanfaatkan pinggir jalan. Selain itu harus menyabarkan diri karena antri. Satu lagi pesan biasanya setelah maghrib mie-nya sudah habis. Tapi tenang saja mie kodon ini ada cabangnya, yaitu terletak di sebelah Polda Lampung atau di atas Taman Dipangga. Sore-sore makan mie kodon...mantaabbss..

Okelah kalo begitu..cukup sekian dulu perjalanan kali ini.

Tetap sehat, tetap semangat..
Beso kita jalan-jalan lagi..

^_^

Jumat, Oktober 21, 2011

Krakatoa Time

Perjalanan di Lampung ternyata belum selesai. Masih ada beberapa tempat eksotis yang harus dijelajah sebelum berkunjung dan menggeledah kota selanjutnya. :D
Jadii...what time is it?! It's Krakatoa tiimmeee...
Tour kali ini bukan merupakan perjalananku sendiri dengan teman2 bocah ilang yang lain, tetapi lebih ke tour krakatau bersama Dinas Pariwisata dan Kebudayaan dalam rangka menyemarakkan Festival Krakatau yang digelar di Propinsi Lampung sebagai tempat dinasku sekarang, from Jogja to Lampung =D.
Gunung Krakatau (induk Anak Krakatau)


Gunung Anak Krakatau yang cantik

Salah satu big rock-ku di sini adalah menuju ke Pulau Anak Krakatau dan pulau-pulau kecil di sekitarnya, nanti lah kalau sudah tiba waktunya pasti ke sana. Sementara ini saya ikut berpartisipasi dulu bersama para tim kepariwisataan demi mendukung peningkatan rasa kebanggaan akan tempat wisata Indonesia, bahwa di indonesia masih memiliki banyak tempat wisata yang menarik dan layak untuk dikunjungi, Indonesia kaya dengan wisata alamnya tetapi belum banyak yang tahu.

Gunung Anak Krakatau dengan asapnya yang mengepul

Dan salah satu tempat itu adalah Pulau Anak Krakatau, sedangkan sudah banyak wisatawan asing maupun para peneliti datang kesana, tetapi saya sendiri sebagai bangsa Indonesia malah belum pernah melihat dengan mata kepala sendiri tempat itu.
Kami menyeberang dengan menggunakan kapal roro dari Pelabuhan Bakauheni, karena di sini banyak dubes-dubes yang ikut untuk melihat kemegahan anak Krakatau dan sisa-sisa dari Gunung Krakatau itu sendiri.
Gunung Anak Krakatau di mata para pengunjung

Perjalanan dengan kapal ini ditempuh dengan jangka waktu sekitar kurang lebih 3 jam sampai di Lokasi. Gunung Anak Krakatau sendiri adalah gunung berapi anak dari Gunung Krakatau yang meletus seribu tahun yang lalu dengan letusan yang sangat dahsyat bahkan getarannya sampai terasa di dataran Eropa. Daerah sekitar Gunung Krakatau sendiri seperti Jakarta dan Lampung pasti juga terkena imbasnya.
Batasan tsunami yang ditimbulkan oleh gelombang raksasa akibat letusan ini, untuk dataran Lampung, sampai dengan Taman Dipangga (dekat Polda Lampung). Penandanya dengan adanya rambu laut di tengah Taman Dwipangga. Konon dulu rambu laut yang seharusnya berada di laut ini terlempar sampai dengan tempat ini berada sekarang. Dan diperkirakan tsunami menerjang sampai daerah ini yang kurang lebih berjarak 15 km dari tepi laut. Sehingga untuk mengenang tempat ini maka rambu laut yang terlempar sampai di sini dipasang untuk monumen peringatannya. Rambu laut yang satunya lagi diletakkan di depan Museum Lampung.
Taman Dipangga depan Polda Lampung


Rambu laut yang terlempar saat tsunami

Kehebatan Gunung Krakatau kala itu mengusik semua penduduk di dunia, bahkan oleh para produser industri film di luar dibuatkan film Krakatoa yang mengungkapkan kembali cerita kedahsyatan Krakatau kala itu *kenapa Indonesia malah ga buat yah??!!*. Dan sekarang gunung yang menggetarkan seluruh dunia tersebut hanya tinggal separuhnya saja.

Rambu laut da relief meletusnya krakatau

Anak Gunung Krakatau yang terletak tidak jauh dari induknya sekarang sudah menampakkan kegarangannya. Meskipun tidak setinggi induknya ataupun setinggi Gunung Merapi di Jogja, tetapi anak gunung ini menyimpan potensi yang berbahaya jika sampai meletus. Terlihat dari kawah gunung yang lebih lebar dengan asap yang mengepul meskipun sedang diam. Kondisi di sekitar bibir kawah hanya berupa pasir-pasir tandus pertanda betapa panasnya suhu kawah gunung ini. Tanaman cagar alam berada di daerah tepi pantai dekat dengan pesisir laut dan itupun tidak seberapa banyak.

Sisi lain Gunung Anak Krakatau


Pesisir Gunung Anak Krakatau dan Petugas penjaganya

Aturan yang harus diterapkan jika kita menginjakkan kaki di pulau ini adalah kita tidak boleh jongkok, karena udara di daerah 20 cm di atas tanah ini masih mengandung sulfur yang berbahaya untuk kesehatan jika terhirup oleh kita. Jika terhirup akibat pertamanya adalah kita akan merasa lemas dan lama-lama bisa menimbulkan kematian dalam waktu yang tidak lama. Seperti pepatah "ibarat gunung es, tampak di luar kecil dan besar di dalam air" tampaknya pepatah ini bisa diterapkan untuk gunung ini. Konon menurut perhitungan jika nanti gunung Anak Krakatau ini meletus akan jauh lebih besar daripada induknya.. ooh eemm jii,,,mari kita kembalikan masalah tersebut kepada Yang Di Atas.. semoga semua baik-baik saja..

Diam-diam menghanyutkan

Begitulah sekilas perjalanan menuju Gunung Anak Krakatau kali ini. Nanti kalau ada trip selanjutnya semoga aku ada waktu untuk menuangkannya dalam coret2an kata-kata di sini,,

Tetap sehat...tetep semangat,,
Beso kita jalan-jalan lagi
^_^